01 Oktober 2013

KH. Yusuf Supendi, Lc. Gugat KPU RI Ke PTUN Jakarta

Hari ini Selasa, tanggal 1 Oktober 2013 bertempat di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, kami dari Law Office Najib Alam & Partners, selaku kuasa hukum dari KH. Yusuf Supendi, Lc. bersama ini akan menyampaikan hal-hal sebagai berikut :

Bahwa, baru saja melalui kami, selaku kuasa hukumnya, KH. Yusuf Supendi, Lc. telah mendaftarkan gugatan terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Gugatan KH. Yusuf Supendi, Lc. terhadap Ketua KPU RI melalui PTUN Jakarta, sehubungan dengan dikeluarkannya Pengumuman KPU RI pada hari Kamis tanggal 22 Agustus 2013 Nomor : 584/KPU/VIII/2013 Tentang Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Dalam Pemilu Tahun 2014.

Pada pengumuman sebagaimana diatas, juga disahkan khususnya 492 (empat ratus sembilan puluh dua) orang Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Yang Berasal Dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Sebelumnya, setelah KPU RI menetapkan Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Dalam Pemilu Tahun 2014, KH. Yusuf Supendi, Lc. pada tanggal 17 Juni 2013 telah memberikan masukan kepada Ketua KPU RI perihal 493 (empat ratus sembilan puluh tiga) orang Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR RI yang berasal dari PKS, tapi sangat disayangkan masukan KH. Yusuf Supendi, Lc. tidak ditanggapi oleh Ketua KPU RI.

Masukan KH. Yusuf Supendi, Lc. kepada Ketua KPU RI pada saat itu adalah : Bahwa, Sdr. Anis Matta dan Sdr. Taufik Ridha “tidak berhak” menandatangani 493 (empat ratus sembilan puluh tiga) orang DCS Anggota DPR RI yang berasal dari PKS, karena proses pengangkatan Sdr. Anis Matta sebagai Presiden PKS dan Sdr. Taufik Ridha sebagai Sekjend PKS tidak sah dan telah melanggar Anggaran Rumah Tangga PKS (Illegal).

KH. Yusuf Supendi, Lc. dengan gugatan ini meminta kepada PTUN untuk : 
  1. Menyatakan cacat hukum, batal, atau tidak sah Pengumuman KPU RI tanggal 22 Agustus 2013 Nomor : 584/KPU/VIII/2013 Tentang Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Dalam Pemilu Tahun 2014, khususnya 492 (empat ratus sembilan puluh dua) orang Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Yang Berasal Dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
  2. Memerintahkan kepada KPU RI untuk mencoret dan menggugurkan 492 (empat ratus sembilan puluh dua) orang Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Yang Berasal Dari Partai Keadilan Sejahtera Dari Pengumuman KPU RI tanggal 22 Agustus 2013 Nomor : 584/KPU/VIII/2013 Tentang Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Dalam Pemilu Tahun 2014.
Kuasa Hukum KH. Yusuf Supendi, Lc. :
Mokhammad Najib, SH. (Hp. 081281313303)
Nur Setia Alam, SH., Mkn. (Hp. 0818219788)

01 Februari 2008

SEBUTAN JAKSA (SEBAGAI) PENGACARA NEGARA

Akhir-akhir ini dunia hukum di Indonesia tengah diperdengarkan dengan istilah yang sebenarnya sudah tidak baru lagi, yakni "Jaksa Pengacara Negara" atau sering disingkat dengan nama "JPN".

Beberapa berita di mass media-mass media melaporkan perihal : Tim Jaksa Pengacara Negara yang dipimpin oleh Dachmer Munthe, SH. telah mendaftarkan gugatan perdata terhadap Yayasan Supersemar ke PN Jakarta Selatan pada hari Senin tanggal 9 Juli 2007. Dengan pendaftaran ini, Kejaksaan Agung membuka kembali upaya memburu harta kekayaan mantan Presiden Soeharto.

Ketua Tim Jaksa Pengacara tersebut, Dachmer Munthe, SH. mengatakan kualifikasi gugatan perdata yang didaftarkan oleh Kejaksaan adalah perbuatan melawan hukum, dimana Negara mengajukan gugatan ganti rugi terhadap Yayasan Supersemar berupa, ganti rugi materil sebesar Rp1,5 triliun dan immateril Rp10 triliun.

Demikian isi berita di beberapa mass media tersebut.

Dari isi berita diatas, yang akan ditanggapi dibawah ini adalah hanya sebatas perihal : "SEBUTAN JAKSA PENGACARA NEGARA". Apakah sudah tepat penyebutan "Jaksa Pengacara Negara" itu. Apakah penyebutan "Jaksa Pengacara Negara" itu telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dari uraian diatas, akan dikaji berdasarkan istilah yang terdapat baik dalam kamus bahasa Indonesia, kamus hukum Indonesia dan ketentuan-ketentuan gukum yang berlaku, sebagai berikut :

Pada kalimat "Jaksa Pengacara Negara", terdapat 3 (tiga) suku kata yakni, Jaksa, Pengacara dan Negara.

- Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia karangan Em Zul Fajri dan Ratu Aprillia Senja.

1. Jaksa adalah penuntut dalam suatu perkara yang merupakan wakil pemerintah.

2. Pengacara (Advokat) adalah pembela dalam perkara hukum; ahli hukum yang berwenang sebagai penasehat atau terdakwa.

3. Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah tertentu yang diatur oleh kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyat. Sedangkan "Pemerintah" adalah perangkat organisasi yang menjalankan hal-hal yang berkenaan dengan Negra.

- Sedangkan menurut kamus hukum Indonesia karangan BN. Marbun, SH.

1. Jaksa atau Penuntut Umum adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak sebagai penuntut umum terhadap pelanggar hukum pidana dimuka pengadilan serta melaksanakan putusan pengadilan (eksekusi) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan UU.

2. Pengacara atau Advokat adalah pembela perkara, penasehat hukum, pokrol, seseorang yang bertindak didalam suatu perkara untuk kepentingan yang berperkara, dalam perkara perdata untuk tergugat/penggugat dan dalam perkara pidana untuk terdakwa. Bantuan seorang pengacara itu tidak diharuskan, kecuali dalam perkara pidana dimana terdakwa ada kemungkinan dijatuhi hukumnan mati.

3. Negara adalah suatu persekutuan bangsa dalam satu wilayah yang jelas batas-batasnya, dan mempunyai pemerintahan sendiri; unsur negara adalah terdapatnya wilayah, penduduk, pemerintahan dan memiliki kedaulatan kedalam dan keluar. Pemerintahan adalah sebagai penyelenggara negara.

Dari penjelasan diatas, dari segi bahasa dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan "Jaksa Pengacara Negara" adalah Jaksa yang bertindak sebagai Pengacara, pembela perkara mewakili Negara dalam mengajukan sesuatu tuntutan.

Ditinjau dari segi bahasa sebagaimana uraian diatas, sudahlah tepat, penyebutan "Jaksa (sebagai) Pengacara Negara", namun demikian jika ditinjau dari sisi UU atau ketentuan yang berlaku, apakah penyebutan "Jaksa Pengacara Negara" itupun sudah tepat?.

Untuk menjawabnya, maka dibawah ini akan diuraikan berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut :

1. Jaksa.

- Merujuk pada UU No. 16 Th. 2004, pasal 1 ayat (1) Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan UU.

- Sedangkan wewenang lain dari Kejaksaan sebagaimana pasal 1 ayat (1) diatas dibidang perdata jika merujuk pada UU No. 16 Th 2004, pasal 30 ayat (2) adalah Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

ad. 2. Pangacara (Advokat).

- Merujuk pada UU No. 18 Th. 2003, pasal 1 ayat (1) Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun di luar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU (ini).

- Merujuk pada pasal 2 ayat (2) Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi
Advokat.

- Merujuk pada pasal 3 ayat (1) c tidak berstatus pegawai negeri atau pejabat
negara.

- Merujuk pada pasal 32 ayat (1) Advokat, pengacara praktik dan konsultan
hukum yang telah diangkat pada saat UU ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai
Advokat sebagaimana diatur dalam UU ini.

Merujuk pada UU No. 18 Th. 2003, jika berprofesi sebagai Advokat (pengacara) ada persyaratan2 khusus yg harus dipenuhi oleh seseorang yg berprofesi sebagai Advokat (pengacara).

Dengan demikian Jaksa sebagai penerima surat kuasa khusus mewakili Negara berperkara perdata di pengadilan, maka ia tidak dibenarkan sebagai pengacara atau advokat, apalagi jika merujuk pada UU No. 16 Th. 2004, pasal 1 ayat (1) Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan UU, dimana UU ini sama sekali tidak menyebutkan bahwa Jaksa adalah juga sebagai pengacara Negara atau Jaksa Pengacara Negara (JPN).

Kembali ke pertanyaan diatas, "Apakah Jaksa sebagai penerima kuasa khusus mewakili Negara untuk perkara perdata, sudah tepatkan menggunakan istilah sebagai pengacara (Advokat)?"

Jawabannya adalah :

"JAKSA SEBAGAI PEMBELA NEGARA PADA PERKARA PERDATA, TIDAK TEPAT MENGGUNAKAN ISTILAH SEBAGAI PENGACARA NEGARA ATAU JAKSA PENGACARA NEGARA, KARENA PENGACARA (ADVOKAT) ADALAH SATU PROFESI YANG TIDAK DAPAT DIRANGKAP JABATAN OLEH PROFESI YANG LAIN TERMASUK OLEH JAKSA, DAN JAKSA TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN UNTUK BERPROFESI SEBAGAI PENGACARA (ADVOKAT)". ("MN")

>> Kembali Keatas <<

01 Januari 2005

AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

Bicara masalah Azas Kebebasan Berkontrak (beginsel der contractsvrijheid), kita tidak akan terlepas dari Buku III Kitab Undang Hukum Perdata/KUHPerdata (Burgelijk Wetboek/BW) pada Pasal 1338 (1) nya.

Apa bunyinya Pasal 1338 (1) KUHPerdata itu? "Semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya".

Jika dicermati, maka makna dari Pasal 1338 (1) KUHPerdata diatas adalah bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah "mengikat" bagi para pihak yang membuatnya.

Undang-undang memberikan "kebebasan" bagi para pihak untuk membuat perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan kaedah-kaedah hukum yang berlaku di masyakat. ("Redaksi")

>> Kembali Keatas <<

Di disain oleh : "TH"